Kamis, 17 November 2011

SEJARAH YAYASAN WIDYA WACANA

Sejarah YSK Widya Wacana diawali dengan terbentuknya “Zending Commissie” yang bertujuan pengabaran injil di kalangan golongan Tionghoa, maka pada tanggal 2 Juli 1930 didirikan sebiah sekolah yang dikenal dengan nama MCS atau lengkapnya “CHRISTELIJKE MALEIS CHINESE SCHOOL”. Karena pada waktu itu belum memiliki gedung sekolah sendiri, maka digunakan serambi depan sebuah rumah di jalan Warungmiri, sekararang Jl. R.E. Martadinata, tepatnya di sebalah Rumah Makan Centrum. Disamping untuk gedung sekolah, gedung tersebut setiap hari minggu dipergunakan untuk tempat Kebaktian Gereja “Kie Tok Kauw Hwee”, yang pengelolaan bidang pendidikan ditunjuk Bp. Andreas Kwe Tiang Hoo sebagai pemimpinnya,Perang Pasific pecah, pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada tentara “Dai Nippon” pada bulan maret 1942, keadaan kota Solo tidak menentu, sekolah-sekolah ditutup termasuk MCS Warungmiri. Sampai akhirnya pada tahun 1944, pemerintah “Dai Nippon” menginjinkan untuk dibuka kembali, dengan catatan sekolah memakai bahasa pengantar Bahasa Melayu/Bahasa Indonesia. Nama “Christelijke Maleis Chinese School” diganti menjadi “Kohumin Gakko”Kie Tok Kauw Hwee Sangkrah merasa berat. Maka untuk mengatasinya dibentuk Pengurus “Chi Tuh Chiao Yu Hui” yang kemudian disahkan dengan Akte Notaris Tjokrosantoso No. 22 pada tanggal 30 Oktober 1951. Dalam kurun waktu 10 tahun, akhirnya menjadi Yayasan Sekolah-Sekolah Kristen Surakarta, disahkan dalam Akta Notaris R. Soegondo Notodisoerjo No. 3 tanggal 14 Maret 1961.Nama Christelijke Maleis School berubah menjadi Kohumin Gakko, berubah lagi menjadi Sekolah Rakyat Kristen Warungmiri dan akhirnya menjadi : Sekolah Dasar Kristen Widya Wacana I Jalan R.E. Martadinata No. 207 Surakarta artinya “Sekolah Rakyat”.Dibawah pendudukan Jepang yang memerintah dengan tangan besi, segala sesuatu diawasi dengan ketat oleh sebuah badan “Sensor”. Keadaaan yang demikian menjadikan Majelis Gereja .

DARI MADIOTAMAN KE JAMSAREN
Pada masa pendudukan Jepang, keadaan dunia pendidikan tidak menentu, sekolah-sekolah yang memakai bahasa pengantar Belanda tidak diijinkan berdiri oleh pemerintah Dai Nippon, menyebabkan banyak siswa terhenti pendidikannya.Namun Tuhan memakai sekelompok guru-guru Kristen mantan guru-guru HCS dan FrobelSchool digerakan membuka sekolah untuk menampung eks siswa di HCS.Maka pada tahun 1945, setelah Proklamasi Kemerdekaan dibukalah sebuah sekolah yang memakai nama “Sekolah Rakyat Kristen Tionghoa Madiotaman” di jalan Gajah Mada pinjam gedung milik Bp. Liem Tjien Goen. Selama perang kemerdekaaan, sekolah berpindah-pindah dari Madiotaman, ke rumah keluarga Lo Sing Tjwan Jl. Honggowongso 67, pindah lagi ke ruang belakang toko keluarga Kam Poo Sian, Gandekan Kiwo 56 dan belakang toko Keluarga Ibu Tan Khwan Nio, Gandekan Kiwo 50.Pada tahun 1949, sebagian ruang daru gedung yang besar milik keluarga Lie Khian Thoan di Jl. Coyudan No.136, ditawarkan untuk disewa sebagai ruang/kelas/sekolah. Tawaran diterima sehingga akhirnya sekolah pindah lagi ke Jl. Coyudan No. 136, namanya menjadi “Sekolah Rakyat Kristen Coyudan”.SD Kristen Coyudan terus berkembang, kemudian menjadi Sekolah Dasar Kristen Widya Wacana 2, 4, 8. Pada tahun 1975, gedung Sekolah Widya Wacana Coyudan diminta kembali oleh pemiliknya untuk dijual, untunglah sebelumnya Pengurus YSK sudah membeli tanah dan membangun di Jl. Jamsaren 126 – 128 yang sekarang menjadi Jl. Veteran 174 – 176. Transaksi pembelian tanah ini dapat terlaksana berkat bantuan dari Zendingsraad Delft Nederland.Sekolah dipindahkan secara bertahap sejak tahun 1972 dan pada tanggal 30 Oktober 1975, secara keseluruhan TK Kr. Widya Wacana 1, SD Kr. Widya Wacana 2/4/8 dan SMP Kr. Widya Wacana 2, meninggalkan Jl. Coyudan 136, pindah ke Jl. Veteran No. 174 – 176 Surakarta.

SEKOLAH RAKYAT KRISTEN PASARLEGI
Pada tahun 1953, gedung sekolah bekas “CHRISTELIJKE EUROPESE LAGERE SCHOOL” Pasarlegi yang sebagian besar dindingnya sudah hancur, oleh pengurus PPKS dipinjamkan kepada Pengurus Chi Tuh Chiao Chiao Yu Hui dengan catatan jika bersedia membangun. Mengingat belum adanya dana yang memadai, pembangunan gedung dibangun di atas fondasi lama secara sederhana.Dalam tahun pelajaran 1953 – 1954, sebagian siswa Sekolah Rakyat Kristen Coyudan dipindahkan ke SR Kristen Pasarlegi. Lokasi sekolah Pasarlegi sangat strategis, maka berkembanglah sekolah tersebut sangat pesat, sehingga akhirnya menjadi Sekolah Dasar Kristen Widya Wacana 3/5/6/9

SMP KRISTEN PASARLEGI
Melihat setiap tahun banyak siswa yang lulus dari SR Kristen Coyudan, Pasarlegi dan Warungmiri, maka mulailah dirintis untuk membuka Sekolah Lanjutan di kompleks Pasarlegi. Pada tanggal 1 Juli 1957, resmi dibuka SMP Kristen Pasarlegi yang menempati dua lokal dengan jumlah siswa pertama sebanyak 40 anak, yang berasal dari sekolah Kristen kalangan sendiri. Sebagai pimpinan ditunjuk Ibu Hendro A. Nugroho di bawah supervise Bapak Tjan Thiam Hien. SMP Kristen Pasarlegi yang kemudian namanya menjadi SMP Kristen Widya Wacana berkembang sangat pesat, sehingga Pengurus perlu membangun beberapa local tambahan untuk menampung siswa yang semakin banyak. Akhirnya selain SMP Kristen Widya Wacana I yang lokasinya di Pasarlegi, juga didirikan SMP Kristen Widya Wacana II yang dirintis di Pasarlegi dan kemudian dipindahkan ke Jamsaren + tahun 1975 untuk melayani dan menampung siswa lulusan Sekolah Dasar di wilayah Solo bagian selatan.

SMA KRISTEN WIDYA WACANA
SMP Kristen Widya Wacana setengah berkembang dengan pessat, hasilnya tidak mengecewakan, namun saying hasil lulusan yang bagus ini tidak bias diasuh dan dibina sendiri, tetapi mereka melanjutkan ke sekolah yang lain. Maka pada tahun 1968 dijalin kerja sama dengan SMA Kristen Sidokare milik PPKS untuk menampung lulusan SMP Widya Wacana, tetapi kerja sama ini tidak berjalan lancar, karena timbul perbedaan prinsip kerja sama. Timbullah gagasan untuk mendirikan SMA sendiri di kompleks Pasarlegi, gagasan ini terwujud pada tanggal 1 Januari 1977, SMA Kristen Widya Wacana resmi dibuka di Jl. Lumban Tobing 12 (Kompleks Pasar Legi_ dengan Kepala Sekolah Bp. Soekatmo, BA. Meskipun pada mulanya, ujian masih menginduk SMA Negeri III, tetapi hasil lulusannya bagus, sehingga masyarakat Solo menaruh kepercayaan kepada SMA Kristen Widya Wacana. Saat itu komplek Sekolah Widya Wacana Pasarlegi ditempati TK, SD, SMP dan SMA, sangat penuh sesak, hal ini dipandang kurang baik. Seyogyanya para siswa SMA dipisahkan ke lokasi lain.Menjelang tahun 1980, YSK Widya Wacana membeli tanah yang cukup luas di kampong Mertolulutan RT 15 RK 1, Kelurahan Purwodiningratan. Peletakan batu pertama diadakan pada tanggal 23 Maret 1981, kemudian dilanjutkan dengan pembangunan. Pada tahun 1983, pembangunan mendekati selesai serta siap pakai meskipun belum sempurna. Selanjutnya SMA Kristen Widya Wacana dipindahkan dari Jl. Lumban Tobing 12 (Komplek Pasarlegi) ke Mertolulutan, tepatnya 1 Juli 1983.

TK dan SD Kristen Widya Wacana Kartasura
Diawali dengan meminjam rumah keluarga R. Wahyoto, Pucangan, Kartasura, dibukalah Taman Kanak-Kanak Kristen Widya Wacana Kartasura, pada tanggal 7 Januari 1975.Dua tahun kemudian, pada tanggal 7 Januari 1977 disusul berdirinya Sekolah Dasar Kristen Widya Wacana dengan meminjam tempat di Gedung GKI Kartasura, begitu pula Taman Kanak-Kanak juga dipindahkan, sehingga setiap menjelang hari Minggu, peralatan sekolah harus diganti dengan perlengkapan gereja, karena digunakan untuk tempat Kebaktian.Keadaan demikian tidak berjalan lama, sampai akhirnya pada bulan Desember 1978, TK dan SD Kristen Widya Wacana Kartasura dapat menempati gedung sekolah sendiri di Krapyak RT 02 RW 10, Kartasura.

Kamis, 20 Oktober 2011

Iman Kepada Agama atau Kepada Kristus


Bacaan: Yohanes 14:1-14

Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.- Yohanes 14:6


Begitu banyak orang membangga-banggakan agamanya. Selalu berkata bahwa agamanyalah yang paling baik dan paling benar. Dengan sikap yang seperti ini, lahirlah fanatisme yang berlebihan terhadap agama yang diyakininya. Kalau sudah begini, bisa-bisa tindakan apapun juga akan dilegalkan demi membela agamanya. Itu sebabnya tak perlu kaget kalau ada istilah perang suci atau “bom suci”. Dendam, pembunuhan, bahkan pembantaian hanya demi membela agama yang dianut.
Berbicara tentang hal ini, kita tahu bahwa agama memiliki rapor merah yang begitu banyak. Sejarah mencatat rapor merah agama, mulai dari para pembunuh Khawarij pada abad ke-7 sampai dengan “bom suci” di masa sekarang ini. Di kalangan kristiani juga pernah terjadi hal yang tak kalah mengerikan. Sekelompok kaum Protestan dibakar hidup-hidup oleh seorang ratu Inggris yang Katolik pada pertengahan abad ke-16. Demikian juga menurut sebuah gambar terbitan Antwerp, Belgia, tampak kelompok Protestan yang menamakan dirinya “Huguenots” memancung korbannya dengan sangat keji. Ngomong-ngomong soal Yesus, bukankah dalang di balik penyaliban Yesus juga adalah dari kelompok agama?
Itu sebabnya sangat keliru kalau kita memiliki fanatisme yang berlebihan terhadap agama, termasuk agama Kristen sekalipun! Sekali lagi bahwa agama tidak akan pernah bisa menyelamatkan kita. Alkitab tidak pernah berkata, apalagi menjamin bahwa setiap penganut agama Kristen akan masuk sorga. Agama bukan jalan. Yesus lah jalan! Itu sebabnya iman kita seharusnya kepada Yesus, bukan kepada agama yang kita anut.
Pemahaman yang seperti ini akan menghindarkan kita dari tindakan-tindakan konyol hanya dengan dalih untuk membela agama. Agama hanyalah wadah dan bukan intinya. Apapun alasannya, intinya haruslah tetap Yesus. Itu sebabnya saya tidak pernah bangga hanya menjadi orang Kristen, tapi saya sangat bangga menjadi pengikut Kristus. Kalaupun saya melakukan hal-hal rohani, saya tidak melakukan demi agama, tapi saya melakukannya demi Kristus. Saya tidak melayani agama, saya melayani Kristus. Saya tidak mau berkorban hanya demi agama, tapi saya akan berani habis-habisan demi Kristus. Saya tidak mau mati demi agama, tapi saya mau hidup demi Kristus. Bagaimana dengan Anda?
Dimanakah kita menaruh iman, kepada agama atau kepada Kristus?

Kamis, 18 Agustus 2011

Makna Kemerdekaan Indonesia

17 Agustus tahun 1945. Tahun yang bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia. Tahun yang tak akan pernah terlupakan dalam benak seluruh bangsa. Saat itu bangsa di bawah komando Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muh. Hatta memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia telah menjadi negara yang berdaulat, memegang dan mengatur negera sendiri. Merdeka dari cengkraman kekuasaan penjajah yang telah menjajah selama ratusan tahun lamanya. Proklamasi kemerdekaan juga sebagai bentuk pengakuan kepada dunia bahwa segala bentuk penjajahan tidak sesuai dengan hak asasi manusia sehingga harus dihapuskan dari permukaaan bumi. Ratusan tahun Indonesia dijajah. Telah mengalami banyak penderitaan. Telah bosan dengan berbagai kesengsaraan karena tindasan para penjajah.
66 tahun bangsa ini telah merdeka. Apa kita benar-benar telah merdeka? Apa yang telah kita lakukan untuk negeri ini setelah kita lepas dari belitan belenggu penjajahan? Kalau kita menoleh ke belakang ke masa Nabi Muhammad sebagai ibarat. Dalam suatu perang melawan orang kafir. Perang badar adalah perang yang sangat besar dan luar biasa dahsyat. Banyak para sahabat nabi yang gugur sebagai syahid. Bahkan paman Nabi Sayyidina Hamzah yang paling dibanggakan Nabi gugur juga sebagai syahid. Yang paling mengenaskan adalah Sang yahid dibelah dadanya oleh seorang wanita bernama Hindun kemudian hati hamzah dimakan. Nabi sempat menitikkan air mata menahan haru. Tapi apa kata nabi, “kita telah menghadapi perang kecil dan akan menuju perang yang lebih besar”. Para sahabat heran dan bertanya, “wahai Rosulullah, gerangan perang apakah yang lebih besar dari perang yang telah kita hadapi ini”. Nabi dengan tersenyum bersabda, “perang melawan Hawa Nafsu adalah perang terbesar yang harus kalian hadapi”.
Kemerdekaan telah diproklamirkan. Dunia sudah tahu bahwa bangsa Indonesia telah menjadi bangsa berdaulat, menjadi bangsa yang Merdeka, bebas lepas dari penjajah. Tapi apakah kita telah merdeka dengan kemerdekaan yang sesungguhnya? Kalau kita berkaca kepada pristiwa Nabi dan Sahabatnya tadi, bahwa kita lepas dan merdeka dari bentuk penjajahan yang kecil dan pasti akan menghadapi bentuk penjajahan yang lebih besar. Yaitu penjajahan oleh hawa nafsu. Penjahan oleh hawa nafsu yang ada di dalam diri kita adalah bentuk penjajah yang jauh lebih berat. Diperlukan kekuatan batin untuk melawannya. Hawa nafsu adalah keinginan hewani manusia. Ingin harta, ingin wanita, ingin kendaraan, ingin hiburan, ingin tahta dan kekuasaan dan bentuk-bentuk ingin yang lain. Semua adalah hawa nafsu yang wajib kita kendalikan. Jangan sampai dibiarkan membelenggu kita sebagai bangsa Indonesia. Masih banyak kita temukan di antara kita masih menghalalkan segala bentuk cara untuk untuk mendapatkan dan memenuhi keinginan keinginan-keinginan tersebut. Adanya korupsi, sogok menyogok, bentuk-bentuk kejahatan, dan lain-lain menunjukkan bahwa kemerdekaan yang sesungguhnya belum kita dapatkan. Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah kebebasan dari belenggu penjajahan hawa nafsu dalam diri kita. Nafsu wajib kita kendalikan. Bukan kita yang dikendalikan hawa nafsu.
Semoga kita bangsa Indonesia semakin bisa memaknai kemerdekaan ini dengan kemerdekaan yang sesungguhnya. Sehingga bisa bebas lepas seperti burung yang terbang dari belenggu penjajahan hawa nafsu. Momentum Ramadhan jika dikaitkan dengan peringatan kemerdekaan sungguh sangat tepat. Suasana ramadhan, di mana Ummat Islam di seluruh dunia melaksanakannya, mengekang dan menahan tidak hanya dari rasa lapar, juga menahan hawa nafsu berbuat hal-hal yang tidak baik. Terbebas dari belenggu hawa nafsu adalah misi dari pelaksanaan puasa itu sendiri. Insya Allah bangsa ini akan semakin jaya dan besar. Jadi kemerdekaan tidak hanya diperingat dengan upacara semata. Tapi juga dijadikan bahan perenunggan untuk melangkah dan menatap masa depan yang lebik lagi. Semoga tercapai.  Amien Ya Fattahul”alim

Sumber: Mukti blog.com